Jangan Pernah Mengikuti Petunjuk Dari Orang Yang Tidak Tahu Tentang Daerah Yang Sebetulnya Sudah Kamu Ketahui
Tangerang (hari ini), judul di atas mungkin tampak sepele. Tapi jika kamu mengikuti petunjuk dari orang yang tidak tahu tentang daerah yang sebetulnya sudah kamu tahu, maka kemungkinan besarnya adalah kamu akan menghabiskan waktu berjam-jam dengan sia-sia. Seperti yang telah kami alami.
Sabtu, 31 Januari 2004. Aku mendapat SMS (Short Message Service) dari kawan (sebut saja namanya S), isi pesannya adalah menanyakan keikutsertaanku. Kawanku yang lain (sebut saja namanya N) ingin membeli produk yang amat jarang diperjualbelikan. Konon S punya kawan (sebut saja namanya J), J ini (kata S) mengetahui tempat yang menjual produk yang dicari oleh N. Dan N sepakat dengan S untuk ke tempat tersebut.
Aku ke tempat S pagi menjelang siang. Ketika aku datang, sudah ada N yang asyik diskusi dengan S membicarakan produk yang sedang dia cari. Aku duduk dan terlibat diskusi dengan S dan N. Tidak terasa, hari sudah siang. N mengajak kami untuk segera berangkat, sebab kalau tidak, mungkin kami akan terus berdiskusi sampai sore bahkan sampai malam.
Baru beberapa meter keluar dari pintu pagar rumah S. Kami melihat waria yang sedang mengamen dari pintu rumah ke pintu rumah. S senyum-senyum kecil melihatnya. Tanpa terduga, tiba-tiba si waria melihat ke arah kami dan memanggil-manggil N dengan sebutan "Ayah". Waria itu juga menggoda N dengan kata-kata yang nyaris vulgar. Aku hanya senyum-senyum sendiri melihat kelakuan waria itu. S hanya berkata, "Mungkin penampilan ente mirip orang kaya, N, jadinya tuh banci godain ente... Tapi itu rejeki, pertanda baik... Positifnya, ente lebih menarik daripada kita-kita..." Aku dan S tertawa, sementara N berguman, "Sialan..."
Sepanjang perjalanan, kami kembali berdiskusi tentang banyak hal. Saling tukar menukar cerita, tukar menukar pengalaman, tukar menukar pandangan, dan tukar menukar pemikiran. Mulai dari fenomena waria sampai "tentang wanita". Kami mengupas permasalahan dari berbagai sudut. Dari yang logis sampai yang susah dilogika. Dari yang berlatar ilmu pengetahuan, sampai yang berlatar khayalan yang mungkin arahnya tak jelas.
Kami turun dari bus dan melanjutkan perjalanan dengan KRL (Kereta Rel Listrik). Turun di stasiun terakhir dan bermaksud melanjutkan dengan naik mobil umum. S lalu bertanya pada pengojek sepeda, kemudian kami mengikuti petunjuk sang pengojek sepeda. Di sinilah awal ketersesatan kami.
Kami naik bus dari pintu belakang, S duduk di bangku 2 yang 1 bangkunya telah diisi oleh seorang bapak, sementara aku dan N duduk di bangku 3 yang 1 bangkunya sudah diisi oleh seorang anak muda seusia kami. Selang beberapa menit, seorang gadis cantik nan seksi naik dari pintu depan dan menjadi orang pertama yang tidak kebagian kursi alias harus rela berdiri. Negosiasi singkat, aku atau N yang mesti berdiri dan mempersilakan sang gadis duduk di sebelah salah satu di antara kami. Akhirnya, akulah yang berdiri karena posisiku yang paling memungkinkan untuk berdiri. Gadis itu menengok ke arahku dan kukirim tanda untuk duduk menggantikan aku. Dia berterima kasih lalu duduk. Aku berdiri di belakang kursi yang diduduki S, tak jauh dari gadis itu, di belakang kiriku adalah pintu belakang. Aku lalu menanyakan tempat yang mau kami datangi pada gadis itu, gadis itu tersenyum dan mengiyakan bahwa bus ini melewati tempat tersebut. Aku diam, merasa tak salah jalan, memperhatikan kiri kanan jalan yang kami lewati, berharap kami tidak salah naik bus. Tiba-tiba, gadis cantik itu kembali mengucapkan terima kasih kepadaku sambil tersenyum. Aku balas tersenyum, dan akhirnya kami terlibat obrolan dengan gadis itu. Senangnya, aku dan gadis itu yang mendominasi pembicaraan.
Senyuman yang menawan. Bentuk tubuh yang nyaris proporsional, tidak gemuk, kurus pun tidak. Tinggi yang semampai mirip pramugari. Mengenakan busana kerja berupa celana panjang hitam dengan atasan blazer hitam berkerah, begitu serasi. Rambut ikal sebahu. Parfum lembut yang dipakainya sungguh mencerminkan keanggunan. Kemampuan berkomunikasi yang lancar. Pengetahuan tentang Jakarta yang tidak pernah tidur. Selera humor yang lumayan ceria. Aku sebagai seorang pria, jadi betah berlama-lama berbicara dengannya. Sayang, saat kukeluarkan HP (HandPhone) bermaksud menanyakan nomor HP dan nama gadis itu, kami pun tersadar bahwa kami telah salah naik bus.
Aku pamit kilat pada gadis itu, berharap kelak akan bertemu, pada suatu saat jika masih ada kesempatan. Kami segera turun, bersama seorang pengamen yang mengaku kenal betul daerah di situ. Dasar pondasi... Tersesat di Jakarta, sungguh memalukan. Aku lalu bicara dengan pengamen itu. Lalu kuketahui bahwa dia adalah lulusan salah satu sekolah ternama di Jakarta. Katanya, dia pernah bekerja namun pekerjaannya bertolak belakang dengan keahlian yang dia pelajari di sekolah. Di sekolah dia belajar teknik, tapi dia malah mendapatkan pekerjaan di bidang administrasi. Prinsipnya waktu itu, daripada mengganggur tidak karuan, lebih baik bekerja seadanya. Namun jalan hidup berkata lain, perusahaan tempat dia bekerja terancam bangkrut. Pengurangan tenaga kerja pun tak terhindari. Dia kehilangan pekerjaan tetapnya. Kemudian dengan mental yang menurutku patut diacungi jempol, bermodal sebuah gitar kecil dengan suara seadanya, dia mengamen. Oh iya, dia sudah beristri dan punya seorang anak. Istri dan anaknya ada di desa, mungkin bersama orangtua yang masih punya tempat sendiri di sana. Katanya lagi, dia sedang menunggu panggilan pekerjaan yang baru di sebuah perusahaan kontraktor. Aku hanya bisa mendoakan semoga harapannya yang baik akan terwujudkan.
Atas petunjuk dari pengamen itu, kami naik metromini dan kembali menuju tempat kami naik bus yang salah tadi. Aku berkata pada N dan S, seandainya kita 5 menit lebih lama berada di bus itu, aku mungkin sudah tahu nama dan nomor HP gadis cantik yang tadi. S hanya senyum, sementara N juga senyum tapi bercampur kesal. Di metromini itu, kucoba menceriakan suasana dengan menggunakan gadis cantik yang tadi itu sebagai bahan candaan.
Kami turun dari metromini, naik angkot, turun di patokan yang ditunjukkan J. S bilang, "Kata J, di belakang tempat inilah ada toko yang menjual produk yang sedang N cari..." Kami bertiga lalu berjalan ke belakang tempat itu. Walah walah, ternyata di situ adalah lokasi amusement place alias tempat kesenangan. Dari luar tampak tulisan-tulisan yang menggelitik telinga, bola tangkas dan musik hidup di antaranya. Untung saat itu tengah hari menjelang sore. Jika saja malam hari, kami tidak tahu apa yang bakal terjadi.
N lalu meminta S agar menghubungi J karena lokasi yang dicari tidak berhasil ditemukan. Di sinilah petualangan sia-sia itu semakin menjadi-jadi. Di seberang sana, J memberi petunjuk seolah kami sedang berada dalam rimba yang tidak jelas arah dan patokan. J malah memberi gambaran tempat yang pernah dia lewati saat menuju lokasi tujuan. POM Bensin, ruko di atas jembatan penyeberangan, lantai putih, dan pintu kecil. Kami lalu menyimpulkan bahwa tempat yang dimaksud J adalah pusat perdagangan G. Sesampainya kami di G, S kembali menelepon J, lagi-lagi J memberikan petunjuk yang membuat dahi berkerut, bibir tersenyum, dan hati menjadi jengkel. Parkir motor dan tukang jual VCD (Video Compact Disc) polos.
Karena aku tidak tahan, merasa dipermainkan oleh J. Selain itu, arah dan tujuan pun menjadi kabur dan kian tidak jelas. Negosiasi singkat, kami memutuskan untuk membatalkan tujuan mencari produk yang diinginkan N. Di perjalanan, J mengirim SMS pada S, masih berusaha memberi petunjuk. S bermaksud mengakhiri komunikasi dengan mengirim SMS balasan yang menjelaskan bahwa kita (S, N, dan aku) telah berhasil menemukan tempat yang dimaksud. Dan J membalas, dia titip dicarikan produk Y di tempat tersebut (???) Wahh, hidup yang mengagumkan... bersambung (hanya jika dirasa perlu).
<< Home