Salah satu jenis kelemahan manusia adalah kecenderungan terlalu gampang
percaya atau terlalu mudah tidak percaya. Masih mending kalau mau
mengkritik: "Cak Nun tulisannya susah dipahami, harus dibaca dua tiga kali
baru bisa sedikit paham. Saya menjawab protes itu: "Anda kempong ya?"
"Kok kempong..maksudnya?" "Kalau kempong ndak punya gigi, harus makan
makanan yang tidak perlu dikunyah. Orang kempong ndak bisa makan kacang,
bahkan krupuk pun hanya di-emut. Kalau orang punya gigi, dia bisa
menjalankan saran dokter: kalau makan kunyahlah 33 kali baru ditelan. Sekedar
makanan, harus dikunyah sampai sekian banyak kali agar usus tidak
terancam dan badan jadi sehat. Lha kok tulisan, ilmu, informasi, wacana
-maunya langsung ditelan sekali jadi" Teman saya itu nyengenges. "Coba Anda
pandang Indonesia yang ruwet ini. Wong kalau Anda mengunyahnya sampai
seribu kalipun belum tentu Anda bisa paham. Segala ilmu sosial, ilmu
politik, ilmu ekonomi dan kebudayaan mandeg dihadang keruwetan Indonesia.
Ilmuwan-ilmuwan kelas satu saja kebingungan membaca Indonesia, lha kok
Anda ingin mengenyam makanan tanpa mengunyah. Yokopo se mbaaaah mbah!
Sampeyan iku jik cilik kok wis tuwek..." Kebudayaan kita instan. Mie-nya
instan. Lagunya instan. Maunya masuk sorga juga instan. Kalau bisa,
dapat uang banyak langsung, ndak usah kerja ndak apa-apa. Kalau perlu ndak
usah ada Indonesia ndak apa-apa, ndak usah ada Nabi dan Tuhan juga ndak
apa-apa, asal saya punya duit banyak.
Sedangkan Kitab Suci perlu kita baca terus menerus sepanjang hidup,
itupun belum tentu memperoleh ilmu dan hikmah. Wong kita tiap hari shalat
lima waktu rajin khusyuk sampai bathuk benthet saja belum tentu
menemukan kebenaran. Wong naik haji sampai sepuluh kali saja belum dijamin
akan memperoleh ridhollah. Lha kok sekali baca ingin mendapat kedalaman
nilai, lha kok lagu-lagu pop diharapkan menawarkan kualitas hidup, lha
kok menyanyikah shalawat dianggap sama dengan bershalawat atau melakukan
shalawat. Kalau Anda karyawan produksi televisi, Anda harus
memperhitungkan harus bikin tayangan gambar yang sedetik dua detik nongol maka
orang langsung senang. Penonton jangan dituntut untuk sedikit saja pun
mendalami apa yang mereka tonton. Pokoknya kalau di depan teve sekilas
pandang orang tak senang, ia akan langsung pindah channel. Jadi bikinlah
tayangan yang diperhitungkan sebagai konsumsi orang-orang kempong yang
tidak memiliki kemampuan dan tak punya waktu untuk mengunyah, menghayati
dan mendalami. Maka acara yang terbaik adalah joget, joget, joget. Itu
dijamin pasti langsung laku. Anda tak perlu berpikir tentang mutu
kebudayaan, pendidikan manusia, sosialisasi nilai-nilai sosial atau apapun
saja.
Baca koran juga dengan metodologi kempong. Generasi kempong tidak punya
waktu dan tidak memiliki tradisi untuk tahu beda antara kalimat
sindiran dengan bukan sindiran. Tak tahu apa itu ironi, sarkasme, sanepan,
istidraj. Meskipun saya maling, asal saya omong seperti Ulama, maka saya
dianggap Ulama. Sebaliknya meskipun saya tidak nyolong, kalau saya
bilang "saya ini orangnya Suharto, saya dikasih perusahan PT Dengkulmu
Mlicet..", orang instantly percaya bahwa saya memang orangnya Suharto.
Meskipun saya seekor anjing, tapi kalu saya katakan bahwa saya kambing,
orang langsung yakin bahwa saya bukan anjing. Generasi kempong sangat
rentan terhadap apa saja, termasuk informasi. Tidak ada etos kerja. Tidak
ada ideologi dharma, atau falya'mal 'amalan shalihan. Yang kita punyai
hanya obsesi hasil, khayal pemilikan dan kenikmatan. Apapun caranya.
Boleh rejeki langsung dari langit, boleh hasil copetan atau korupsi. Gus
Dur kena gate, Akbar kena gate, ada AsaramaGate ada AsmaraGate dan
beribu-ribu gate yang lain dari -asalkan yang nyolong semuanya kan kita
relatif aman. Pak Amin Rais bilang kalau kita paksakan Pansus Buloggate-II
dibentuk berarti akan terjadi pembubaran parlemen. Bahasa jelasnya,
maling yang ditangkap yang tertentu saja. Kalau benar-benar memberantas
maling, nanti DPR/MPR bubar, pemerintah bubar, seluruh Indonesia jadi
Lowok Waru, Cipinang, buen-buen. Maka betapa indahnya kalau Pak Amin Rais
menjadi pahlawan pembubaran Parlemen Maling,sebagai salah satu jalan
mendasar dan total perbaikan dan penyembuhan Indonesia?
Sebab, lambat atau cepat, hal itu akan terjadi, meskipun tidak harus
dalam bentuk wantah. Kalau rakyat tidak sanggup menagih, maka akan ada
yang lebih kuat dari rakyat yang akan menagih. Pak Harto dikempongi,
Habibie dikempongi, Gus Dur dikempongi, dan sekarang sedang mulai gencar
Megawati dikempongi... 'Asa an tukrihu syai-an wa huwa khoirul-lakum, wa
'asa an tuhibbu syai-an wa huwa syarrun lakum. Apa yang selama ini
engkau singkirkan, engkau anggap buruk, engkau coreng mukanya, engkau
remehkan, engkau rendah-rendahkan atau engkau buang ke tong-tong sampah -
akan menohok kesadaranmu dan engkau akan dipaksa menyadari bahwa
sesungguhnya yang engkau anggap buruk itulah yang baik bagi kehidupan
berbangsamu. Sebaliknya segala sesuatu yang engkau junjung-junjung, engkau
blow-up, engkau puja-puji, engkau bela mati-matian, engka sangka akses utama
masa depanmu - akan nglinthek di depan matamu dan engkau dipaksa
menyadari bahwa ternyata ia sesungguhnya buruk bagi hidupmu. Apa yang
sesungguhnya egkau harapkan dari keadaan-keadaan yang semakin lama semakin
menyiksamu ini? Siapa sebenarnya Imam-mu yang sungguh-sungguh bisa engkau
percaya? Siapa presiden-sejatimu? Siapa pemimpin yang nasibmu bisa
saling rebah bersamanya? Siapa yang menjamin sembako di pawon-mu dan uang
sekolah anak-anakmu? Siapa yang menjaga keamanan keluargamu dan nyawa
anak-anak serta istrimu, padahal engkau sudah membayar pajak? Sampai
kapan engkau menyanyikan lagu-lagu khayal siang malam di koran dan teve?
Sampai kapan engkau berenang-renang di lautan takhayul? Apakah harus kita
ubah Ajisoko kita menjadi Ho-no-co-ro-ko, Do-to-so-wo-lo,
Po-dho-pe-kok-o, Mong-go-mo-dar-o..?
Sebenarnya diam-diam di dalam hatimu engkau sudah mulai merasakan dan
mengakui hal itu, tetapi keangkuhan kolektifmu masih menjadi dinding
bagi terbukanya kejujuranmu. Engkau tinggal memilih akan menjadi bagian
dari generasi yang semakin kempong giginya, ataukah diam-diam engkau
menumbuhkan lingkaran-lingkaran Indonesia baru yang menumbuhkan gigi-gigi masa depannya.****
<< Home