Seorang muda yang selalu resah dan gelisah menemui seorang bijak dan
bertanya, "Berapa lamakah waktu yang saya butuhkan untuk memperoleh
kebahagiaan?" Orang bijak itu memandang si anak muda kemudian menjawab,
"Kira-kira sepuluh tahun."
Mendengar hal itu anak muda tadi terkejut, "Begitu lama,?" tanyanya tak
percaya. "Tidak," kata si orang bijak, "Saya keliru. Engkau membutuhkan
20 tahun." Anak muda itu bertambah bingung. "Mengapa Guru lipatkan
dua,?" tanyanya keheranan. Orang bijak kemudian berkata, "Coba pikirkan,
dalam hal ini mungkin engkau membutuhkan 30 tahun."
Apa yang terlintas dalam pikiran Anda ketika membaca cerita di atas?
Tahukah Anda mengapa semakin banyak orang muda itu bertanya, semakin
lama pula waktu yang diperlukannya untuk mencapai kebahagiaan?
Lantas, bagaimana cara kita mendapatkan kebahagiaan? Sebagaimana yang
telah sering saya sampaikan dalam rubrik ini, kebahagiaan hanya akan
dicapai kalau kita mau melakukan pencarian ke dalam. Namun, itu semua
tidak dapat Anda peroleh dengan cuma-cuma. Anda harus mau membayar
harganya.
Agar lebih mudah saya akan menggunakan analogi sebuah toko. Nama toko
itu adalah "Toko Kebahagiaan." Di sana tidak ada barang yang bernama
"kebahagiaan" karena "kebahagiaan" itu sendiri tidak dijual. Namun, toko
ini menjual semua barang yang merupakan unsur-unsur pembangun
kebahagiaan, antara lain: kesabaran, keikhlasan, rasa syukur, kasih
sayang, kejujuran, kepasrahan, dan rela memaafkan. Inilah
"barang-barang" yang Anda perlukan untuk mencapai kebahagiaan.
Tetapi, berbeda dari toko biasa, toko ini tidak menjual produk jadi.
Yang dijual di sini adalah benih. Jadi, kalau Anda tertarik untuk
membeli "kesabaran" Anda hanya akan mendapatkan "benih kesabaran."
Karena itu, segera setelah Anda pulang ke rumah Anda harus berusaha
keras untuk menumbuhkan benih tersebut sampai ia menghasilkan buah
kesabaran.
Setiap benih yang Anda beli di toko tersebut mengandung sejumlah
persoalan yang harus Anda pecahkan. Hanya bila Anda mampu memecahkan
persoalan tersebut, Anda akan menuai buahnya. Benih yang dijual di toko
itu juga bermacam-macam tingkatannya. "kesabaran tingkat 1," misalnya,
berarti menghadapi kemacetan lalu lintas, atau pengemudi bus yang
ugal-ugalan. "Kesabaran tingkat 2" berarti menghadapi atasan yang
sewenang-wenang, atau kawan yang suka memfitnah. "Kesabaran tingkat 3",
misalnya, adalah menghadapi anak Anda yang terkena autisme.
Menu yang lain misalnya "bersyukur." "Bersyukur tingkat 1" adalah
bersyukur di kala senang, sementara "bersyukur tingkat 2" adalah
bersyukur di kala susah. 'Kejujuran tingkat 1," misalnya, kejujuran
dalam kondisi biasa, sementara "kejujuran tingkat 2" adalah kejujuran
dalam kondisi terancam. Inilah sebagian produk yang dapat dibeli di
"Toko Kebahagiaan". Setiap produk yang dijual di toko tersebut
berbeda-beda harganya sesuai dengan kualitas karakter yang
ditimbulkannya. Yang termahal ternyata adalah "kesabaran" karena
kesabaran ini merupakan bahan baku dari segala macam produk yang dijual
di sana.
Seorang filsuf Thomas Paine pernah mengatakan, "Apa yang kita peroleh
dengan terlalu mudah pasti kurang kita hargai. Hanya harga yang mahallah
yang memberi nilai kepada segalanya. Tuhan tahu bagaimana memasang harga
yang tepat pada barang-barangnya."
Dengan cara pandang seperti ini kita akan menghadapi masalah secara
berbeda. Kita akan bersahabat dengan masalah. Kita pun akan menyambut
setiap masalah yang ada dengan penuh kegembiraan karena dalam setiap
masalah senantiasa terkandung "obat dan vitamin" yang sangat kita
butuhkan.
Dengan demikian Anda akan "berterima kasih" kepada orang-orang yang
telah menyusahkan Anda karena mereka memang "diutus" untuk membantu
Anda. Pengemudi yang ugal-ugalan, tetangga yang jahat, atasan yang
sewenang-wenang adalah peluang untuk membentuk kesabaran. Penghasilan
yang pas-pasan adalah peluang untuk menumbuhkan rasa syukur. Suasana
yang ribut dan gaduh adalah peluang untuk menumbuhkan konsentrasi.
Orang-orang yang tak tahu berterima kasih adalah peluang untuk
menumbuhkan perasaan kasih tanpa syarat. Orang-orang yang menyakiti Anda
adalah peluang untuk menumbuhkan kualitas rela memaafkan.
Sebagai penutup marilah kita renungkan ungkapan berikut ini: "Aku
memohon kekuatan, dan Tuhan memberiku kesulitan-kesulitan untuk
membuatku kuat. Aku memohon kebijaksanaan, dan Tuhan memberiku masalah
untuk diselesaikan. Aku memohon kemakmuran, dan Tuhan memberiku tubuh
dan otak untuk bekerja. Aku memohon keberanian, dan Tuhan memberiku
berbagai bahaya untuk aku atasi. Aku memohon cinta, dan Tuhan memberiku
orang-orang yang bermasalah untuk aku tolong. Aku mohon berkah dan Tuhan
memberiku berbagai kesempatan. Aku tidak memperoleh apapun yang aku
inginkan, tetapi aku mendapatkan apapun yang aku butuhkan."
Sumber: Belanja di "Toko Kebahagiaan" oleh Arvan Pradiansyah, Direktur
Pengelola Institute for Leadership & Life Management (ILM) dan Penulis
Buku "Life is Beautiful & You Are A Leader"
Post a Comment
<< Home