Friday, September 24, 2004
bukan dua kaki
Shofa masih sibuk mengaduk-aduk masakan yang ada dalam panci. Tiba-tiba
ia teringat, ini sudah jam 1 lewat. Segera ia menyalakan radio kecil
yang berada di atas lemari makan dekat kompor. Shofa hampir tak pernah
ketinggalan acara-acara yang diisi Ustadz Hanif. Setiap jam 5 pagi, sehabis Subuh, adalah
acara rutin Shofa mendengarkan kuliah Subuh di Radio Al Quds.
Shofa bahkan hafal jam berapa dan acara apa saja yang diisi oleh Ustadz Hanif. Hal ini sudah
berlangsung tiga tahun lebih.
Entah mengapa, Shofa merasa cocok sekali dengan Ustadz yang satu ini. Kalau bicara tak pernah
bertele-tele dan selalu mengena di hati. Apa saja yang dibahas pasti
aktual, sesuai dengan masalah yang terjadi di sekitar. Kalau bicara
tentang aqidah, Ustadz Hanif selalu tegas, tidak bisa
ditawar-tawar.
Tapi kalau membahas masalah ibadah, dengan sabar Ustadz Hanif menjelaskan satu persatu
pemecahan dari berbagai pendapat ulama. Biasanya ia merekomendasikan
salah satu pemecahan yang punya dasar paling kuat. Walau begitu, ia
tetap menyerahkan kepada pendengar, pendapat mana yang akan dipakai.
Suatu penyelesaian yang cantik. Tidak fanatik terhadap satu pendapat
tertentu.
"Shofa belum pulang?" sapa Bu Arif, pengurus TPA tempat Shofa mengajar. Shofa menoleh,
"Belum Bu. Masih memeriksa pekerjaan anak-anak."
"Bisa mampir ke rumah? Bapak mau bicara. Katanya penting tuh!"
"Sekarang Bu?"
"Ya, kalau Shofa sedang tidak repot."
Shofa membereskan kertas-kertas yang berserakan di atas karpet masjid
lalu berjalan mengikuti Bu Arif. Rumah Bu Arif tidak jauh dari masjid
tempat Shofa dan beberapa orang temannya mengajar anak-anak TPA. Hanya beberapa puluh
meter saja. Pak Arif dan Bu Arif adalah orang yang peduli dengan
masalah keagamaan di kompleks itu. Mereka mempelopori dibukanya TPA. Pak Arif juga selalu
menghimbau bapak-bapak di kompleks untuk sholat berjamaah.
"Assalamu'alaikum," ucap Shofa dan Bu Arif berbarengan.
"Wa'alaikum salam," jawab Pak Arif dari dalam. "Silahkan masuk nak
Shofa.
Bagaimana nak Shofa, keadaan TPA sekarang?"
"Alhamdulillah Pak. Anak-anak semakin rajin. Jarang ada yang bolos.
Mereka cepat menyerap apa yang saya ajarkan." jawab Shofa.
"Bagus! Bagus! Alhamdulillah." kata Pak Arif. "Begini nak Shofa, Bapak
ingin bicara dengan nak Shofa bukan mau membahas TPA. Ada hal yang lain."
Pak Arif terdiam. "Begini nak Shofa.... Apakah nak Shofa sudah siap
menikah?"
Shofa tersenyum. "Niat sudah ada. Usia saya sudah cukup Pak. Tapi...
belum ada jodohnya."
"Hmmmm....... begitu ya," Pak Arif berdehem sambil mengelus-elus
jenggotnya.
"Bapak punya teman baik. Dia sangat sholeh dan sedang mencari pendamping
hidup. Bapak dan Ibu berasa nak Shofa cocok dengan dia."
"Ah Pak Arif bisa saja. Bagaimana Bapak tahu saya cocok dengan dia?"
tanya Shofa tersipu.
"Lho... Bapak dan Ibu kan sudah lama memperhatikan nak Shofa. Nak Shofa
ini gadis yang sholehah dan pandai menjaga diri. Begitu pula dengan
teman Bapak ini. Dia sholeh dan berakhlak baik. Nah... kalau begini, apa
bukan cocok namanya? Iya tho Bu?" jelas Pak Arif.
"Iya... iya!" Bu Arif manggut-manggut menimpali suaminya.
"Kalau nak Shofa setuju, Bapak bisa ajak teman Bapak ke sini untuk
dipertemukan dengan nak Shofa," Pak Arif melanjutkan. "Bagaimana nak
Shofa?"
"Bapak ini kok langsung main tanya. Bapak kan belum cerita yang mau
dikenalkan ini siapa, bagaimana," tukas Bu Arif.
"Wah... dari tadi Bapak belum cerita ya? Teman Bapak ini masih muda.
Lulusan S1 dan S2 dari Al Azhar Kairo. Dia juga hafidz Quran."
"hafidz Quran?" gumam Shofa
dalam hati. Salah satu doa yang ia panjatkan adalah mendapatkan
pasangan hidup yang hafal Quran, karena ia sendiri sedang berusaha
menjadi hafidzhoh.
"Sehari-harinya dia bekerja di Lembaga Pengembangan Dakwah, mengajar di
beberapa tempat, sering mengisi ceramah. Dia mengisi acara di radio Al
Quds," papar Pak Arif.
"Radio Al Quds? Saya pendengar setia Radio Al Quds lho Pak. Namanya
siapa Pak, mungkin saja saya pernah mendengar," kata Shofa.
"Namanya Hanif Ibrahim."
Deg! Jantung Shofa serasa berhenti berdetak selama sepersekian detik.
Nama itu demikian dikenalnya dalam tiga tahun terakhir ini. Nama itu
adalah salah satu tempat dirinya menimba ilmu tentang ke-Islam-an lewat
radio. Tausiyah yang diucapkan nama itu
pula yang membuat Shofa jadi banyak berpikir, lalu berhijrah dan
memutuskan untuk menjadi muslimah yang kaffah.
Bu Arif menangkap adanya perubahan pada rona wajah Shofa. "Ada apa
Shofa?"
"Saya sering mendengarkan beliau ceramah di radio."
"Nah... jadi sebetulnya sudah kenal tho, walau pun cuma dari radio," Pak
Arif terkekeh. "Bagaimana, kapan nak Shofa siap bertemu Hanif?"
"Kapan saja, terserah Bapak. Tapi saya harus cerita dulu kepada Ibu
tentang masalah ini," jawab Shofa.
"Oohh.... ibumu sudah tahu. Kami sudah cerita. Malah Ibumu bilang kami
suruh langsung tanya saja ke nak Shofa. Ibumu setuju kok," ujar Pak
Arif.
Sepulangnya dari rumah kedua orang tua yang sudah dianggapnya keluarga
itu, Shofa bagai tak percaya apa yang baru saja terjadi. "Benarkah Ustadz Hanif jodohku?" tanyanya
dalam hati. Walaupun belum pernah bertemu, tapi Shofa merasa telah
sangat mengenal Hanif. Diam-diam sebentuk kekaguman telah bersemayam
dalam hatinya. Tidak ada cara lain bagi Shofa selain mengadukan
permasalahannya ini kepada Allah. Dihabiskannya malam-malam panjang di
atas sajadah dengan bermunajat.
Dua bulan kemudian, tibalah saat pertemuan Shofa dengan Hanif. Hari itu
Shofa tampak manis. Tubuhnya dibalut gamis biru dan jilbab lebar
berwarna putih. Ia berjalan menuju rumah Pak Arif dengan penuh
kemantapan hati, buah dari istikharahnya.
"Assalamu'alaikum," Shofa mengucap salam di depan pintu.
"Wa'alaikum salam. Nak Shofa ayo masuk. Pak Arif belum datang. Sedang
menjemput Hanif," jawab Bu Arif. Sambil menunggu, Bu Arif memberikan
wejangan bagaimana menjadi istri sholehah dengan mengutip beberapa ayat
dan hadits. Shofa mendengarkan dengan takzim. Sesekali mengangguk.
Tiba-tiba, pintu ruang tamu terbuka lebar. Lalu muncul sesuatu yang tak
disangka-sangka. Sebuah kursi roda yang berjalan tersendat karena
membentur pintu, sesosok tubuh dengan satu kaki yang duduk di atas kursi
roda, dan Pak Arif yang mendorong kursi roda sambil tersenyum.
Shofa terhenyak, memandang tak percaya. "Inikah Ustadz Hanif?" Berbagai gejolak rasa
menyergap dengan cepat. Shofa berusaha menenangkan perasaannya.
Suasana hening. Shofa bagai mampu mendengar suara detak jantungnya
sendiri.
"Nak Shofa, ini Hanif yang Bapak ceritakan dulu," kata Pak Arif memecah
kesunyian.
"Assalamu'alaikum dik Shofa," kata Hanif.
"Wa'alaikum salam," jawab Shofa. Ah, suaranya tidak berbeda dengan di
radio. Tetap berkharisma.
"Alhamdulillah, Allah mengijinkan kita untuk bertemu hari ini. Pak Arif
mungkin sudah cerita, saya memang punya niat untuk melaksanakan sunnah
Rasulullah yaitu menikah. Saya minta dicarikan calon oleh Pak Arif.
Cuma.... memang keadaan saya seperti ini. Sebulan yang lalu saya
kecelakaan.
Mobil saya tabrakan dengan truk. Tangan kiri saya lumpuh dan kaki kiri
harus diamputasi. Apapun yang terjadi sudah kehendak Allah. Kaki saya
memang tidak bisa kembali. Tapi tangan kiri saya sedang diterapi. Kata
dokter kemungkinan besar bisa pulih. Insya Allah, saya pun ingin tidak
terlalu lama bergantung pada kursi roda. Kalau sudah membaik, saya akan
menggunakan kruk
saja."
Kata-kata mengalir deras dari bibir Hanif.
Shofa mengangkat wajahnya sedikit dan melihat sekilas ke arah Hanif.
"Subhanallah. Wajahnya tenang sekali. Bahkan berseri-seri. Ada
keikhlasan yang terpancar dari wajahnya." bathin Shofa.
"Saya tidak heran jika dik Shofa tidak berkenan dengan keadaan saya.
Inilah saya. Mungkin saya yang terlalu berani tetap berniat menikah
dengan kekurangan fisik saya. Tapi, justru dengan kondisi ini saya
sangat membutuhkan kehadiran seorang istri."
Shofa diam tak bergeming. Di hadapannya sekarang, duduk seorang
laki-laki yang memiliki kelebihan-kelebihan yang didambakannya selama
ini. Sosok seorang suami yang sempurna. Ilmu agamanya bagus, sholeh,
berakhlak mulia, dan seorang hafidzh. Cita-cita Shofa adalah memiliki anak-anak yang
menjadi generasi penghafal dan pengamal Quran. Bukankah Ustadz Hanif adalah sosok yang
tepat? Kekurangannya hanya satu, fisiknya cacat tak sempurna.
"Hanif, mungkin nak Shofa belum bisa mengambil keputusan cepat-cepat.
Dia tentunya perlu menimbang-nimbang. Kita beri saja waktu,
mudah-mudahan nak Shofa bisa segera memberikan jawaban. Begitu ya nak
Shofa?" Pak Arif berusaha menengahi suasana senyap di antara
mereka.
Shofa masih saja diam tak menjawab. Sibuk berdialog dengan
bathinnya.
Tiba-tiba saja Shofa mengangkat wajahnya. "Saya sudah sholat istikharah
sejak pertama kali Pak Arif mau mengenalkan saya dengan Ustadz Hanif. Saya punya satu
pertanyaan untuk Ustadz
Hanif."
"Silahkan dik Shofa, saya akan coba menjawab," kata Hanif.
"Untuk dapat membawa istri dan anak-anaknya ke dalam surga, apakah
seorang laki-laki harus mempunyai dua kaki?" tanya Shofa.
Hanif tersenyum. "Tentu saja tidak. Bukan butuh dua kaki. Yang
dibutuhkan adalah landasan aqidah, ibadah
dan akhlak yang lurus dan kuat. Dan juga kemampuan untuk mendidik."
Shofa memandang bergantian ke arah Pak Arif, Bu Arif dan Hanif. Bibirnya
membiaskan senyum yang lebar.
"Saya sudah mantap. Saya tidak membutuhkan suami dengan dua kaki."
"Alhamdulillah!" berbarengan Pak Arif, Bu Arif, dan Hanif berseru.
...
Resepsi pernikahan baru saja usai. Shofa mendorong kursi roda Hanif
menuju kamar pengantin. Kedua pengantin itu berwajah cerah ceria. Hanif
begitu tampan dan gagah dengan jas dan kopiah hitam. Shofa tampak
cantik, bergaun putih dan jilbab yang diberi rangkaian melati. Hanif
meletakkan tangannya di atas kening istrinya, lalu membaca doa, "Dengan
nama Allah, jauhkanlah kami dari syetan dan jauhkanlah dari syetan apa
yang engkau rizkikan, anak-anak kepada kami."
Shofa menggamit dan mencium tangan suaminya dengan takzim.
"Kak Hanif, boleh Shofa mengutarakan sesuatu?" tanya Shofa.
"Boleh. Apa itu?" Hanif tersenyum lebar.
"Shofa cinta Kak Hanif karena Allah," Shofa bicara sambil menunduk
malu-malu.
"Kak Hanif juga cinta dik Shofa karena Allah." Hanif menyentuh dagu
Shofa, mengangkat wajahnya. Mereka bertatapan. Lekat. Ada debur yang
menggelora di jiwa mereka berdua. "Lho kok nunduk. Kita sudah resmi
suami istri. Pandang kak Hanif dong!" Hanif menggoda Shofa.
Shofa memandang Hanif tersipu.
"Ayo kita sholat dulu," kata Hanif.
"Shofa bantu kak Hanif wudhu ya," Shofa langsung beranjak dari duduknya
dan mendorong kursi roda kekasih jiwanya ke kamar mandi.
Bersama percikan air wudhu yang menetes, Allah tebarkan rahmat dan cinta
di antara kedua mahluk kecintaan-Nya.
(terinspirasi dari Syekh Ahmad Yasin yang tetap berjihad dari kursi roda
hingga syahidnya)
by radoek
...
Sedikit komentar: Setelah membaca tulisan di atas dg
cukup teliti, timbul beberapa pertanyaan yg cukup mengganggu pikiran
saya. Sungguhkah, dg menerima kecacatan di dunia, maka Shofa bakal
mendapatkan kesempurnaan di akhirat kelak? Sungguhkah kesempurnaan
kebahagiaan di akhirat dapat teraih walau dg kecacatan kebahagiaan di
dunia? Mengapa kecelakaan terjadi pd Hanif, sedangkan dia adalah pribadi
nyaris sempurna yg semestinya mendapat perlindungan dari Yg Maha
Melindungi? Dan jika cerita di atas memang terjadi pada kehidupan nyata.
Dari data dan fakta yg tersurat pada cerita di atas. Sungguhkah
keadilan telah berlaku pd Shofa, Hanif, ortu-nya Shofa, ortu-nya Hanif,
dan tokoh lain yg berkepentingan? Dan pertanyaan terakhir. Mengapa
pertanyaan2 ini bisa timbul di benak saya? Kenapa kenapa kenapa? :)
published by: Monsieur RaKah @ 24.9.04
Bro and Sis and all readers, sabtu mlm minggu kemarin itu, akhirnya gw brangkat sendirian ke X-Toys Cafe Adrenalin Park... Weleh 3x, mata gw sampe bersih trus merah trus bersih lagee gara2 ngliat aurat2 wanita2 yg berseliweran... Elo2 pd tau kan, body cewe'2 gaul tuh kaya' apaan, trus dibalut busana gaulz pula, waah, berasa nggak di Indonesia, berasa seperti berada di negara maju :D Untung aja gw 'ultimately full under control', jdnya everything is fine, I didn't make any 'destruction' on that night at that place :P Gw cuma minum Bintang Zero, itu juga cuma beberapa teguk, ga nyampe abis eh dah ada yg mbenahin itu botol :)
Ceritanya gini... Sabtu itu adlh kelas pertama gw ikut akreditasi keahlian nge-web gw, implementasi dari frase berikut, "get certified, get your future..." hehehe
Nah, sorenya kan udah kelar tuh, ya su, gw bertolak ke kawasan Blok M, gw emang niat pengen ber-partisipasi di acara Friendster Indonesia Charity Night 2004 *eng ing engg... ngueng ngueng...* Di kawasan Blok M, gw naek semakin tinggi guna mencapai Masjid, itu lho yg ada di top of the building, roof-nya Matahari Blok M. Gw sempet maghrib-an berjamaah di sana, trus gw sempet potong kuku, ya kuku tangan, ya kuku kaki, tapi bukan kuku bima :D Gw sempet ngelirik akhwat (wanita berjilbab) manis yg nunggu cowo'nya yg lagee maghrib-an tp beda kloter ama gw, gw sih mikirnya mereka itu pasutri, sebab kalo bukan (belum), wah, ini dia yg bikin pandangan miring terhadap komunitas religius. Gw? Gw sih lebih suka komunitas sosialisme-religius, sesuai falsafah para pendahulu bangsa Indonesia, walaupun gw tau bahwa acara yg bakal gw datengin adalah sosialisme-sekuler. Kembali ke topik, andaikan mereka ternyata lagee nge-date, maka semoga Tuhan Yg Maha Kuasa mengembalikan pd kewajaran dan hakikat kebenaran... Ehm ehm ehehem.
Setelah tanya2 pa'polisi. Gw lalu naek 605A byr 1200, turun di McD Kmang, trus jalankaki kearah Champions cafe. Deketko. Sesuai dg SMS panduan yg gw terima dari si pengundang gw :) Gw juga sempet chit-chat ama pa'Sopir, "Pa' pa', nih metro paling malem jam brapa yach?", trus pa'Sopir nyahut tp tetep konsen nyetir, "Jam 9-an lah, abis itu ya pada pulang, penumpang dah sepi...", "Oh... Gitu ya", gw bergumam sambil perhatiin jlnn.
Pas turun di McD Kemang, gw sempet kehilangan kompas lantaran Champions Cafe tuh nggak kliatan. Seperti biasa, gw deketin operator parking area-nya McD dan bertanya, "Permisi Mas! Champions Cafe ada di sebelah mana yach?" lengkap dg senyum perdamaian. Si Mas yg beruntung gw tanya itu lalu merespon dg sigap sambil menunjuk, "Tuh di belakang ini McD, tp kaya'nya dah tutup dech" disertai senyum balasan. "Hmm, oh, dibalik McD ini yach, nggak koq mas, saya cuma nanya buat arah jln ajah, saya bukan mo ke situ, terima kasih ya mas!" salam perpisahan berikut ucapan terima kasih dan senyum mengakhiri percakapan.
Gw lalu jln kaki melampaui Champions Cafe, di situ jlnn agak gelap, kendaraan2 pribadi ber-lalu lalang searah, sementara gw menyusuri pinggir kanan jln, sempet juga kepikiran gmn ya kalo nemu dompet yg isinya segepok Dollar Amerika atau setumpuk Euro-nya Eropa Bersatu, kusut juga gpp dech :D
Menjelang isya, kira2 jam 7-an kurang2 dikit, gw memasuki kawasan Adrenalin Park, sumpah, ini kali pertama gw nginjek itu daerah. Terasa agak asing, dan pas gw jln2 lebih dalam, gw sepertinya mendengar ada yg manggil nama gw, ya gw cuekin ajah, kan gw ga (blom) punya kenalan di situ, bagaimana pula ada yg tau nama gw.
X-Toy Cafe, di sebelah kanan bangunan sudah terparkir sebuah mobile network spot, gw ga fokus nama provider-nya. Dari data ini, gw meyakini bahwa gw dah deket dg titik yg gw tuju. Tapi, berhubung gw masih gerah gara2 jln kaki, gw ngadem dulu di kursi2 buat penonton simulasi perang kota (paint ball war). Ada dua keluarga yg lagee maen, satu keluarga lokal, yg satu lagee keluarga interlokal (maksudnya keluarga orang bule, entah Amrik, entah Ostrali). Yg lokal sih biasa, perang2annya juga biasa aja, jdat jdut tuing tuing, lari sana lari sini, pokoknya masih biasa lah... Nah pas giliran keluarga interlokal, nih dia yg 'agak lain', postur badan mereka kan relatif lebih gede dibanding orang lokal, bahkan yg anak baru gede sekalipun. Dari omongannya aja, gw berasa nonton TV tanpa dubbing, atau bahkan mirip video game. Dan pas mereka beraksi, wah, seru coy. Si mister yg gw duga adalah bokapnya itu anak2 bertindak sebagai wasit, "Okay, READY... Three... Two... One... GO GO GO!!!" peperangan pun dimulai. Trat tat tat trat. Gw sempet terkesima ngeliat semangat itu bocah2 berperang, "Don't CROSSING! Don't CROSSING!!!" jdat jdut jdat jdut tuing tuing, "DO crossing! DO crossing!!! NOWW...!" jdat jdut jdat jdut tuing ting tuing tuing tuing, ctat ctat, jdung jdung duing duing, kemudian senyap, "It's over! Game over! It's finished!" sang wasit menyudahi permainan. Pihak yg kalah berjalan lesu, padahal gw ga ngeliat ada bekas tembakan.
Sekitar jam 1/2 8-an, gw nge-register diri gw ke pager ayu (hehehe, anggep aje kondangan). "Satu ya mas?" sambil senyum, "Iyah, satu ajah, ga usah banyak2..." sambil nyodorin alat syah pembayaran, "Wah, nggak ada kembalinya neeh, gimana dong?" kliatan bingung nyari2 kembalian tapi tetep senyum, "Ya su lah, simpen ajah, situ utang yach!" gw berlalu setelah ngambil satu paket bingkisan selamat datang yg berisi mousepad dan lain-lain.
Di pintu masuk agak ke dalam, eh ada pager ayu lapis ke-dua. "Uhm, tiketnya dong mas, sini di-stempel dulu" sambil nyengir dan ngasih unjuk stempel smiley bermulut sumringah, "Oh iya, nih tiketnya, koq kaya' di DuFan yach?" gw bales nyengir sambil ngasih tangan gw buat distempel.
Ternyata...!!! Di dalem masih sepi, yg ada tuh ya pihak event organizer ama crew2 pendukung acara, mungkin ada juga beberapa orang pengunjung, tapinya gw ngerasa mereka tuh pada sibuk sendiri, ya gw jd males buat chit-chat. Gw naro tas di meja lobby tempat minum, trus ngeloyor ke arah ringtones and wallpapers free download area, di situ ada notebook, ada cowo' yg diem aja, trus ada cewe' caem yg... (biarlah menjadi misteri) :P Abis itu cewe' maen2in notebook, giliran gw ngoprek2 (notebook lho, bukannya cewe' ituw!), padahal gw nggak mo nge-download apapun :)
Atmosfer mulai membosankan... Gw berdiri trus ngeloyor ke pojokan ruangan tempat MJ (Music Jokey) Machine, trus gw ditegor, "Mas crew ya?", "Oh bukan, saya tamu undangan!", jwb gw sambil senyum perdamaian (lagee!) Malang tak dapat dihindar, untung tak dapat diraih. Gw ngerasa pihak EO and Crew tuh ekslusif banget, beliau2 sama sekali nggak menampakkan friendsterness yg semestinya menjiwai tiap2 individu yg terlibat di dlm friendster. Gw positive thinking ajah, mungkin mereka lagee under pressure ngkalee ya, lagee kerja, jdnya nggak bisa ber-senang2 dg bebas. Si bapak yg negor gw juga bilang, "Di sini kita emang nggak nyediain kursi, kalo mo duduk, tuh di lobby atau di deket band..."
Ya su lah, gw ngeloyor ngedeketin live-band, ternyata anak2 band itu more friendly. Salah satu dari mereka lalu ngajak gw naek ke roof yg ternyata bisa buat clubbing outdoor! Gw nyantai deh di sono, ada cewe' caem (lagee!) tapinya ada cowo'nya tuw, jdnya gw calm down and jaim, hehehe.
Karena haus, gw turun ngambil tas and Bintang Zero yg gw tinggal di meja lobby tempat minum. Gw naek lagee ke atas, trus chit-chat chit-chat. Dan kedengeran, di bawah acara dah dimulai :) *congratulation!*
Satu per satu orang2 turun ke bawah, ada juga yg ngajak gw turun, tapinya gw masih betah di atas. Setelah beberapa lama, akhirnya bosen juga sendirian, ya gw turun lah.
Nah, gw lalu parkir (maksudnya duduk2) di kursi lobby persis di deket TV yg tadi gw pake buat nyimpen tas sebelum gw pindahin ke roof. Di kanan gw ada cowo' gondrong yg agak chubby yg kemudian gw ketahui bernama "F".
Sambil menikmati suasana, eh, datanglah sosok yg begitu gw close up and down, wew, nggak asing lagee. Doi emang nggak langsung mengenali gw, tapi gw dlm seper-sekian detik langsung tertuju pada sebuah nama, salah satu legenda dunia per-blog-an, doi adalah "L". Oh iya, gw kemudian ketemu si "A", dari kota B, doi juga seorang legenda di dunia per-blog-an. Info tambahan tentang si "F", doi adalah chatter di hot and dirty channel :P itu kata si "L", blogger kota D, yg mau tdk mau, gw harus mengakui bahwa doi memang berbadan 'sehat' (word design by "F") :P *oops sowie*
We have a great pleasure at that night. Hahahihi hahahihi, musik2 aseek, nonton Indonesian Idol bareng2 diselingi gw yg 'nonton' mereka2 yg serius nonton Indonesian Idol, bikin testi trus dapet hadiah, nyenggol2 paha gratisan, wah, pokoknya sangat kondusif utk berbuat hal2 yg tidak2 dan mungkin aneh2. Namun gw bangga, sepanjang acara, gw keep cool, stay calm, and being more more more confidence, huehehehe.
Ya su, acara fster kelar jam 12 mlm (bahkan mungkin lebih), dlm logika gw, gw gag mungkin nembus ke kota T dg angkutan umum biasa, akhirnya gw ngikut si "A" ama si "L" ke WarNet di kota D. Gw dapet kenalan lg di sono, namanya "A2" alias Viper-Boy :) Orangnya ya 'sehat' juga :D Gw bobo2an di kursi tunggu itu WarNet, beuh, berasa di terminal... Tapi lumayanlah... Nah, pada periode ini, ada sepenggal syair yg cukup mengganggu gw pas kebangun sekitar subuh, "Ada apa denganmuuuu...?" dilagukan oleh temennya "A2" yg ngoperasiin infrastruktur itu WarNet. Ah, whatever, gw lebih dominan pikiran drpd perasaan. So, as ussualy, everything is under the control :D
Gw pamit ama "A2", terima kasih atas fasilitas seadanya yg memungkinkan gw terpejam utk sekedar self-charging :) Gw sempet beli sim-card di situ, yaa buat kenang2an, eh, lgpl, jarang2 gw punya kesempatan mbeli kartu, abisannya, most of my time is spending for work work and work *tserah deh grammarnya salah apa kagak* :D
Di angkot menuju terminal kota "D", sebenernya badan gw dah minta bahan bakar lagee. Tapi, sampe di rumah dg selamat sehat wal afiat udah ditetapkan jd prioritas tertinggi ketika itu. Jadilah gw memisahkan diri dari si "A" dan si "L" yg kemungkinan melanjutkan 'petualangan'. Hehehe, ada sesuatu pd saat kita berpisah, tapi setelah gw pikir2, nggak etis kalo dipublikasi pd khalayak ramai :P *penasaran khan elo2 pade?*
Ya ya ya, kalo diceritain semua ya emang ga ada abisnya. Lha khan life is a story, it depends on us, we can make it as a beautiful story, or we can create a bad or even the worst story ever made. Teriring doa dan duka cita atas kejadian yg terjadi tapi sungguh kita tdk mengharapkannya. Semoga Tuhan Yg Maha Kuasa selalu menunjukkan kita kebenaran yg sesungguhnya. Amin! Have a nice day 4 u all!
published by: Monsieur RaKah @ 10.9.04
lelaki sejati
Aku bertanya pada Bunda, bagaimana memilih lelaki
sejati?
Bunda menjawab, Nak...
Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari bahunya yang
kekar, tetapi
dari kasih sayangnya pada orang di sekitarnya...
Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari suaranya yang
lantang, tetapi
dari kelembutannya mengatakan kebenaran...
Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari jumlah sahabat di
sekitarnya,
tetapi dari sikap bersahabatnya pada generasi muda bangsa...
Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari bagaimana dia
dihormati
di tempat bekerja, tetapi bagaimana dia dihormati di dalam rumah...
Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari kerasnya pukulan,
tetapi dari
sikap bijaknya memahami persoalan...
Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari dadanya yang
bidang, tetapi
dari hati yang ada di balik itu...
Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari banyaknya wanita
yang memuja,
tetapi komitmennya terhadap wanita yang dicintainya...
Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari jumlah barbel
yang
dibebankan, tetapi dari tabahnya dia menghadapi liku-liku
kehidupan...
Laki-laki sejati bukanlah dilihat dari kerasnya membaca
kitab suci,
tetapi dari konsistennya dia menjalankan apa yang ia baca...
published by: Monsieur RaKah @ 9.9.04
hidup baru
"KAPAN NIKAH???"
"UDAH, JANGAN MILIH-MILIH LAH!!!"
"JANGAN LAMA-LAMA!!!!"
"JANGAN KEJAR KARIER TERUS DONG!!!"
Tiba-tiba kalimat-kalimat norak di atas jadi sering gue denger dari
orang-orang di sekitar gue... nyebelin banget! dan mungkin banyak
dialamin
juga sama sebagian besar dari kalian semua (sorry buat yg udah punya
pasangan hehehhe...)
KAPAN NIKAH???
Ya gak tau! Emang kenapa sih kalo gue masih pengen sendiri? Emangnya gue
bakalan membuat penipisan lapisan ozon makin cepat dengan kesendirian
gue.
UDAH JANGAN MILIH-MILIH!!!
Kok jangan milih-milih sih? MEMILIH ITU PENTING. Pada saat gue
memutuskan
untuk menikah dengan lawan jenis dan bukan sesama jenis aja, berarti gue
sudah melakukan pemilihan (sadis amat sih contohnya hehehhehe....)
Pada saat gue memutuskan untuk menikah dengan si A dan bukan si B,
berarti
gue sudah melakukan pemilihan.
Pada saat gue memutuskan untuk menikah dengan yang seiman dan bukan yang
beda kepercayaan, berarti gue sudah melakukan pemilihan. SIAPA BILANG
JANGAN MILIH-MILIH, ENAK AJA.
JANGAN LAMA-LAMA!!!
LHAAAA... Emangnya gue si DOGGY yang gak bisa ngeliat doggy betina,
langsung
dikejar-kejar buat dikawinin. Dua pribadi yang berbeda membutuhkan waktu
untuk saling mengenal satu sama lain. Lebih baik menyisihkan waktu lebih
lama di waktu pendekatan atau pacaran atau apapun namanya, daripada
mengambil keputusan gegabah
dengan resiko menyesal seumur hidup.
JANGAN NGEJAR KARIER TERUS!!!
Gue gak ngejar karier, gue ngejar gajinya, hahahha.... Nikah itu butuh
modal
dan modal itu harus dikumpulin sedikit demi sedikit bukan jatuh dari
langit. Gue justru ngeri ngeliat temen-temen gue yang berlomba-lomba
nikah,
kalo gue tanya alasannya pasti karena umur, desakan orang tua yang mulai
malu karena anaknya gak laku-laku.
Ketakutan-ketakutan itulah yang membuat temen-temen gue "tutup mata"
terhadap setiap perbedaan yang justru sebetulnya sangat penting untuk
dipertimbangkan pada masa pacaran apakah memang "dia tulang rusuk gue",
mereka punya prinsip yang penting nikah dulu. Mereka dengan gampangnya
berpikir bahwa karakter buruk yang sudah tertanam selama berpuluh-puluh
tahun di dalam diri "sang kekasih" bisa hilang begitu saja pada saat
menikah.
Gue tahu mungkin banyak yang gak setuju dengan pendapat gue, tapi gue
gak
mau menikah hanya karena masalah umur, siapa sih yang berhak ngasih
patokan
umur seseorang untuk menikah? Siapa sih yang berani jamin bahwa nikah di
umur 25 tahun akan lebih bahagia dari yang nikah di umur 30 atau lebih?
Coba liat di catatan sipil, angka perceraian paling tinggi terjadi pada
pasangan yang menikah pada umur yang mana (kalo udah dapet datanya,
kasih
tau gue ya, soalnya gue sendiri gak pernah ngecek, bwahahahahh....)
Malah
menurut gue, menikah di usia 30 atau lebih itu banyak sisi baiknya,
karena
di situ biasanya emosi seseorang sudah lebih stabil, kedewasaan
temperamen
sudah mulai terbentuk, persiapan materi cukup memadai (materi itu tetap
harus masuk dalam pertimbangan dong, kan gak bisa bayar listrik sama
bayar
telepon pake surat cinta).
Gue juga gak mau menikah karena desakan orang tua atau karena takut
dibilang GAK LAKU, yang ngejalanin pernikahan itu kan gue bukan mereka,
yang bakalan nanggung semua resiko kalo ada masalah kan gue bukan
mereka,
perkawinan kan bukan tuk dibuat main-main apalagi trus kawin-cerai...
Kebayang gak tuh kalo sampe salah milih, bakalan sengsara seumur
hidup.
JADI LU GAK PENGEN NIKAH?
Gue pasti pengen nikah tapi dengan alasan yang tepat, gue pengen nikah
karena gue menyadari bahwa hidup ini terlalu berat untuk dijalani
sendirian
(ce'ileee... puitis amat lu), gue pengen nikah karena gue menyadari gue
membutuhkan seseorang yang bisa saling mendukung dalam segi spiritual
dan
material, gue pengen nikah karena gue butuh menyayangi seseorang dan
butuh
untuk disayangi (hihihihi... jadi malu nih), dan masih banyak lagi tapi
yang
jelas gak bisa ditentuin kapan waktunya, bisa cepet bisa juga lama, kalo
soal waktu kan terserah sama yang DI ATAS.
DON'T PUSH ME TO GET MARRY SOON, LET ME WAIT MY TIME, CAUSE MY GOD
WILL
PROVIDE ME THE BEST PERSON WHEN THE TIME COMES.
Tulisan di atas adalah cuplikan e-mail yg
mungkin ditulis karena situasi global terkini yg memojokkan mereka
yg betah bertahan "sendirian", semoga meng-inspirasi!
published by: Monsieur RaKah @ 8.9.04
Manusia dan Cinta
RSN--22/08/04--RSN
"Manusia mampu hidup tanpa harta juga tahta, bahkan manusia bisa
tahan derita tanpa bahagia. Tapi manusia tak akan mampu hidup tanpa
cinta..."
Rangkaian kata-kata di atas bukanlah penggalan syair sang pujangga, juga
bukan kata indah sang bijaksana apalagi nasehat sang Kyai. Bukan, sama
sekali bukan. Itu adalah kalimat yang lahir dari kenyataan. Bila anda
menganggapnya sebagai bualan, maka SELAMAT!!! Berarti anda selalu hidup
dalam cinta!
Seperti ikan yang tak tahu bahwa air adalah anugerah terindah dalam
hidupnya, manusia juga terkadang tak menyadari bahwa cinta adalah
anugerah dari sang pencipta. Mungkin anda masih menganggap ini bualan
semata, sekali lagi selamat...
Berarti anda saat ini dikelilingi oleh keluarga anda yang hangat, Ayah,
Ibu, saudara, kakek mungkin juga nenek. Mungkin juga di sekitar anda ada
teman-teman anda yang sedang memetik gitar dan anda mendendangkan lagu.
Atau bahkan mungkin anda sedang duduk berdua bersama kekasih diiringi
petikan gitar dan ketukan Galon air kosong para pengamen. Yah, pasti
anda sedang dalam atmosfer cinta. Anda sedang mencinta dan juga
dicinta!
Ketika anda menganggap kata-kata di atas adalah bualan, maka pastilah
saat ini ada seseorang yang selalu menyapamu di pagi hari juga sepanjang
hari. Ada yang selalu menanyakan sekedar kesehatanmu. Atau bahkan ada
orang yang sekedar menanyakan cuaca hari ini padamu. Atau pastilah ada
yang tersenyum padamu hari ini. Dan anda sedang dalam lautan cinta!
Dan apabila anda masih menganggap kata-kata di atas hanyalah bualan
semata, pasti anda belum pernah merasakan ketika tak seorang pun yang
anda kenal berada di samping anda. Atau tak satu pun yang menanyakan
kesehatan anda saat anda telah lelah terbatuk-batuk dengan segala gaya.
Mungkin juga anda belum pernah merasakan ketika HP anda tak berdering
sama sekali meski sekedar SMS untuk hari ini. Bisa juga anda belum
merasakan ketika setiap orang bertampang masam kepada anda. Atau bahkan
tak seorang pun yang menganggap anda ada meski anda berada di depannya.
Dan bila itu terjadi, sebagian cinta telah lari dari anda!
Sungguh manusia tak akan mampu hidup tanpa cinta. Saat sebagian cinta
hilang, sebagian hati kita akan terasa hampa, kosong, seperti ada
sesuatu yang hilang, namun kita tak tahu apa sesuatu itu. Dan saat
sebagian cinta kita menjauh, kita akan merasa sepi meski di tengah pasar
yang ramai. Kita merasa dalam terali besi meski kita tidur di atas
permadani. Dan saat seluruh cinta menghilang, lenyaplah hatinya juga
kehidupannya!
Ketika kau merasa sepi
saat kau merasa dalam terali
tengoklah hati
adakah ruang kosong tak terisi?
Hati-hati!
Berilah ia cinta sejati...
published by: Monsieur RaKah @ 6.9.04
|